Manusia Akhirat |
من
كانت همه الآخرة جمع الله شمله وجعل غناه فى قلبه وأتته الدنيا راغمة, من
كانت همه الدنيا فرق الله عليه أمره وجعل فقره بين عينيه ولم يأ ته من
الدنيا إلا ما كتب الله له
Barang
siapa yang fokus perhatiannya hanya akhirat maka Allah akan kokohkan
urusannya dan Allah jadikan kekayaannya di dalam hatinya dan dunia
datang padanya tanpa diminta, dan barang siapa yang fokus perhatiannya
hanya pada dunia maka Allah cerai beraikan urusannya dan Allah jadikan
kefakirannya di depan kedua matanya dan tidaklah datang dunia kepadanya
kecuali yang telah Allah tetapkan baginya (HR. Ibnu Majah).
Barang
siapa yang menjadikan akhirat sebagai fokus pedulinya, liputan hatinya
pastilah semua gerak ritmik hidupnya senantiasa berselimutkan akhirat.
Tak ada detiknya yang lewat kecuali akhirat ikut ambil bagian dalam
ucapannya, dalam wacananya, dalam bincang-bincangnya, dalam
diskusi-diskusinya. Dia gembira karena akhirat, sedih karena ingat
akhirat, rela berjuang demi akhirat, marah demi akhirat, bergerak karena
akhirat, membela kebenaran karena akhirat, menerjang bahaya karena
akhirat.
Dia
melangkah karena akhirat, dia siap menjadi pemimpin karena
akhirat..hatinya sepi dari kekumuhan dunia karena dia ingin menjadi
manusia akhirat walaupun dia sendiri memiliki banyak dunia di tangannya
namun dunia tak mampu menembus hatinya. Dunia hanya mampir di tangannya
dan dia dengan gampang mengelolanya. Sebab jika dunia sampai melekat
dalam hati maka seseorang akan dikendalikan oleh dunia dan dia akan
menjadi budaknya. Padahal dunia ini adalah budak yang baik namun tuan
yang paling jahat.
Seseorang
yang telah menjadikan akhirat sebagai fokus utamanya, dia akan
mendapatkan tiga nikmat tak terkira harganya. Dimana andaikata para raja
mengetahui tentang nikmat itu pastilah mereka akan menacambuknya dengan
cemeti hingga mereka bisa merampas nikmat itu darinya. Namun karunia
itu Allah berikan kepada siapa yang Dia kehendaki dari hamba-hamba-Nya
yang telah menghambakan diri mereka secara total kepada-Nya dan tidaklah
ada yang masuk dalam hatinya selain Allah, dari berhala-hala dunia dan
perhiasannya yang hanya akan mengaburkan pandangan tajamnya tentang
akhirat.
Nikmat pertama
yang Allah berikan adalah kekokohan urusan hidupnya. Sehingga orang itu
akan diliputi rasa damai dan tentram, pikirannya fokus dan jernih,
lupanya sangat jarang, keluarganya senantiasa mendukung dan bersamanya,
suasana cinta tumbuh subur di tengah keluarganya dan anak-anaknya
menyenanginya. Keluarga dekatnya senantiasa dekat dan berhimpun dengan
dirinya. Perpecahan tak muncul di tengah-tengah mereka, hartanya mudah
didapat, sehingga dia tidak terlibat dalam perdagangan yang merugi atau
tindakan-tindakan konyol dan bodoh. Sehingga tidaklah ada seorangpun
yang melihatnya kecuali dia pasti menyukainya. Kebaikan-kebaikan
senantiasa membuntutinya.
Kedua,
Allah karuniakan padanya nikmat yang paling agung yakni kaya jiwa.
Sebab Rasulullah pernah bersabda dalam sebuah hadits shahih yang
mengatakan : bukanlah kekayaan itu kaya harta namun kaya yang sebenarnya
adalah kaya hati dan jiwa (HR. Muslim). Manusia-manusia kaya jiwa akan
senantiasa merasa puas dengan apa yang Allah karuniakan padanya, jiwanya
tentram dengan apa yang Allah karuniakan dan senantiasa menyeleksi
darimana dia dapatkan hartanya dan untuk apa dia belanjakan dan gunakan.
Nikmat ketiga adalah, dunia akan datang padanya. Dia sering kali lari
menghindari dunia namun dunia senantiasa mengejar-ngejarnya dengan hina.
Dunia memburunya namun dia tidak peduli pada dunia karena dia yakin dia
pasti mendapatkannnya dan bahkan akan ditambah porsinya.
Sebaliknya
manusia yang menjadikan dunia sebagai fokus utamanya, maka dia tidak
akan berpikir kecuali tentangnya. Otaknya mengotak-atiknya, akalnya
mengakalinya. Dia tidak bekerja kecuali demi dunia, dia tidak gembira
kecuali karena dunia, dia tidak sedih kecuali karena memikirkan dunia.
Hatinya diliputi dunia sehingga akhirat lenyap dari pikiran dan hatinya.
Maka Allah kacau balaukan urusannya. Allah kacaukan pikirannya, Allah
guncang jiwanya, Allah tumpahkan kesedihan dan gundah gulana dalam
hatinya. Anak-anaknya menjadi anak-anak bengal, isteri atau suaminya
menjadi pasangan yang tidak setia. Beragam keluhan muncrat setiap saat,
beragam pembangkangan menghiasi rumah tangganya. Dirinya terasa ingin
sekali lepas dari hidup ini karena seakan hidupnya terasa selalu membara
dengan kepulan asap masalah yang tiada henti. Setiap kali manusia
melihatnya muncul benci tiba-tiba.
Selain
itu dia akan mengalami kefakiran yang menyelimuti dirinya karena dia
tidak pernah merasa puas dan qana’ah dari dunia yang dia miliki.
Perasaannya terus menerus merasa fakir dan selalu kurang. Inilah yang
membuatnya senantiasa terseret-seret lari di belakang harta dan
mengais-ngaisnya. Setiap perasaan fakir muncul dalam hatinya maka muncul
pula gundah gulana yang tak terhingga, semakin banyak dia hartanya maka
resah dan gundah semakin membakar hatinya.
Ketiga,
walaupun dia mengejar dunia sebagai bonus tambahan dari jatahnya namun
harta tak mau mendekatnya. Harta selalu menjauh darinya karena harta
telah menjadi tuannya, sementara dia telah dengan setia menjadi budaknya
. Dunia terus menghindarinya karena dia cengeng meminta. Dia laksana
orang yang mencari air di fatamorgana ketika dia datangi ternyata
hanyalah bayangan belaka. Dia berburu kedudukan, posisi, pujian dan
kemasyhuran di tengah mata manusia yang ingin melihatnya dan ingin
memujinya sehingga dia harus bercapek-capek dan menghancurkan dirinya
namun yang dia kejar senantiasa lari lebih kencang. Ini semua adalah
siksaan dari Allah karena dia mengalihkan penghambaannya dari Allah pada
dunia.
Suatu
saat Utsman bin Affan khalifah ketiga ummat Islam yang kaya raya pernah
berkata : Fokus pada dunia adalah kegelapan dalam hati sedangkan fokus
pada akhirat adalah cahaya dalam hati.
Manusia
akhirat akan hidup untuk akhiratnya, berjuang untuk keabadiannya di
akhirat, bergerak untuk mengisi pundi-pundi tabungan akhiratnya sebab
dia tahu dan sadar bahwa akhirat adalah negeri keabadiannya. Sedangkan
hamba dunia memiliki pandangan pendek...hidup untuk sebuah dunia yang
fana.
Kita
tentu bertekad menjadi manusia akhirat sehingga Allah menyukai kita,
kita kaya hati dan jiwa dan yang terakhir dunia mengejar kita tanpa kita
harus tersengal-sengal memburunya. [Eramuslim]
Ustadz Samson Rahman
Tidak ada komentar:
Posting Komentar