Kamis, 19 Januari 2012

INSPIRASI USAHA (PUSAT GROSIR MAINAN MURAH)

Pusat Jual Beli Mainan Murah

Di Pasar Gembrong, Jatinegara, Jakarta Timur, mobil-mobilan bertenaga aki ukuran terbesar dijual hanya Rp 350 ribu. Di mal, barang sejenis harganya mencapai Rp 500 ribu.

Hari menjelang sore, tapi matahari masih terik menyengat tubuh. Puluhan pengunjung hilir mudik keluar masuk lorong pasar. Sesekali mereka memasuki kios, melihat-lihat barang lalu menawar. Tak berapa lama, transaksi pun terjadi. Sebuah mobil-mobilan bertenaga aki ukuran terbesar yang di mal dijual seharga Rp 500 ribu, tapi pembeli asal Bekasi ini bisa membawa pulang untuk putra tercintanya hanya dengan merogoh kocek Rp 350 ribu.

Ya, murah, memang. Kondisi inilah yang membuat pasar ini kian hari bertambah ramai. Pasar yang sekarang terkenal dengan sebutan Pasar Gembrong ini, terletak di sisi sebelah kiri perempatan Jl Basuki Rahmat dengan Jl DI Panjaitan dari arah Kampung Melayu atau sebelah kanan dari arah Cawang. Padahal, pasar ini hanya berawal dari satu kios milik H Bahruddin (55).

Awal 1999, H Bahruddin dan istrinya, Hj Kartina (50), berinisiatif mendirikan kios mainan di teras rumahnya. Saat itu, yang dijual hanya mainan anak-anak yang sederhana, seperti mainan berukuran kecil dari kertas dan plastik. Jumlah item barangnya juga masih terbatas, akibatnya pembeli jarang mampir.

Sebagai perintis, H Bahruddin yang pensiunan pegawai Dinas Kebersihan Pemprov DKI Jakarta tahun 1992 ini, merasakan betul pahit getirnya mengembangkan bisnis mainan di kawasan yang berdekatan dengan Pasar Prumpung, Jakarta Timur itu. Meski awalnya hanya untuk membantu menyediakan lapangan kerja bagi puluhan remaja putus sekolah di lingkungannya, tapi pebisnis berputra delapan ini akhirnya harus total mengurus bisnisnya.

Dengan modal sekitar Rp 5 juta, tahun 2001 ia mulai membeli beberapa jenis mainan di Pasar Tanah Abang untuk melengkapi koleksi dagangan sebelumnya. Setelah berjalan beberapa tahun, bisnisnya tetap stagnan. ”Orang sama sekali belum mengenal jika di Pasar Gembrong ada yang jual mainan anak-anak yang melayani grosir dan eceran. Satu hari laku satu item saja, sudah seneng,” ujar Bahruddin mengenang.

Melalui strategi dari mulut ke mulut, termasuk bantuan promosi ”ajuran” dari agennya di Pasar Tanah Abang, memasuki tahun 2003 pembeli grosir partai kecil diarahkan untuk membeli di Pasar Gembrong. Memasuki tahun 2004, sebagian besar pedagang mainan di Jabodetabek membeli di Pasar Tanah Abang dan Pasar Gembrong milik H Bahruddin ini.

Perkembangannya sungguh menakjubkan. Masih di tahun yang sama, agen di Pasar Tanah Abang tak sanggup lagi memenuhi permintaan barang dari H Bahruddin. Akhirnya, oleh mitra bisnisnya ini ia diperkenalkan pada distributor, importir dan beberapa pabrik mainan di tanah air. Bermula dari jalinan komunikasi bisnis inilah ia mengalami sebuah lompatan bisnis yang belum pernah diraih sebelumnya.

Pebisnis asal Purwokerto, Jawa Tengah ini, tak hanya bisa membeli barang ke distributor dan pabrik, tapi juga bisa memesan langsung ke luar negeri, khususnya Cina melalui mitra importirnya. Sejak itulah bisnisnya berkembang pesat, melonjak tinggi, melebihi yang ia perkirakan. Pedagang-pedagang besar dari Jabodetabek, Medan, Palembang, Lampung dan hampir semua kota besar di Pulau Jawa memesan barang padanya.

Untuk memenuhi pesanan, antara 2004–2006 ia mengimpor mainan asal Cina dua kontainer per bulan. Tiap datang satu kontainer, barang langsung ludes diborong pedagang besar dari berbagai daerah itu. Seiring dengan kesuksesannya, tetangga kiri kanannya mulai melirik usaha yang sama. ”Awalnya hanya satu dua yang mengikuti jejak saya. Sekarang lebih dari 25 kios berdiri di sini. Semuanya jualan mainan,” tarangnya.

Menurut Bahruddin, hampir semua pedagang yang mengikuti jejaknya ini, awalnya mengambil barang dari dirinya. Kini, kondisinya sudah berubah. Sebagian besar sudah membeli langsung ke distributor lain atau pabrik. ”Untuk impor, mereka belum sangggup. Di Pasar ini baru saya yang bisa impor langsung,” tegasnya. Tapi, sebagian besar agen di luar kota, umumnya juga sudah memesan langsung ke importir dan pabrik.

Akibatnya, sepanjang 2007 ini, penjualannya turun drastis. Kini, ia juga hanya bisa impor satu kali dalam sebulan. Itulah bisnis, ketika persaingan makin ketat dan jaringan komunikasi bisnis terbuka lebar, tak bisa lagi segelintir pedagang memonopolinya. Rantai perjalanan barang pun makin pendek, sehingga harga pun bertambah murah.

Meski begitu, saat ini H Bahruddin mengaku masih bisa meraih omset Rp 400 juta per bulan. Item barang yang dimilikinya lebih dari 460 jenis dengan jumlah karyawan 12 orang. Antara 2004–2006, omset penjualannya mencapai Rp 600–800 juta per bulan dengan dukungan karyawan 22 orang.

Roda bisnis terus berputar. Kini giliran pebisnis lain yang merangkak naik. Akhmad Ridwan (27), pemilik kios Lidia Jaya adalah salah satu di antaranya. Ia mulai membuka kios mainan di Pasar Gembrong awal 2006. Mantan karyawan sebuah perusahaan Video Shooting ini mengeluarkan modal sekitar Rp 35 juta untuk membeli 15 item barang dan Rp 1,6 juta untuk sewa kios per tahun.

Meski mengatakan terlambat membuka kios di kawasan ini, tapi alumnus SMA 36 Jakarta Timur itu mengaku, bisnisnya sekarang sudah balik modal alias break event point. Padahal, sebagian besar barangnya hanya dijual eceran, meski ia mengaku sanggup menyediakan barang grosiran untuk item tertentu.

Memang, semua barang yang dijual harganya jauh lebih murah dibanding harga di mal atau pusat perbelanjaan modern lainnya. Mobil-mobilan bertenaga aki ukuran terbesar dijual hanya Rp 350 ribu. Di mal bisa mencapai Rp 500–550 ribu. Trak Tamiya dijual hanya Rp 135 ribu untuk satu jalur dan Rp 200 ribu untuk dua jalur. Di mal bisa mencapai Rp 350–400 ribu dan Rp 550–600 ribu. Ia pun sanggup meraup omset sekitar Rp 7 juta per bulan.

Meski berbisnis dalam kios kecil ukuran 2x3 meter, ia sudah sanggup menggaji satu karyawan. Ia juga berkeyakinan bisa mengembangkan bisnis ini. ”Tahun depan, minimal saya bisa meningkatkan statusnya menjadi agen atau distributor. Saya sudah punya hubungan dengan importir dan pabrik, tapi masih terkendala modal,” ujarnya.

Bisnis mainan anak-anak memang menjanjikan. Dunia anak adalah dunia bermain, sehingga bisnis ini tak akan lekang ditelan zaman. Sayangnya, menurut H Bahruddin dan Akhmad Ridwan, 90 persen produk mainan anak-anak yang beredar di pasar adalah karya bangsa lain, impor dari Cina. Pabrik di dalam negeri yang ada di Tangerang, Kapuk Jakarta Utara dan Surabaya hanya sanggup memasok 10 persen permintaan pasar. Ironis, memang.

INSPIRASI USAHA "KISAH SUKSES 1"

Hidayat, Sales yang Sukses Menjadi Pengusaha Madu

| Erlangga Djumena | Selasa, 1 November 2011 | 06:35 WIB







KONTAN/FERI KRISTIANTO

TERKAIT:

KOMPAS.com - Sempat menjadi juru jual madu, Sri Hidayat akhirnya berhasil menjadi pengusaha madu kemasan dan curah nan sukses. Meski pernah dikecewakan mitranya, kini ia bisa mendirikan perusahaan sendiri. Omzet usahanya mencapai Rp 300 juta per bulan.

Percaya pada kemampuan diri sendiri dan selalu pantang menyerah akan berujung pada kesuksesan. Sri Hidayat membuktikan kebenaran petuah itu. Keberhasilannya membangun CV Madu Apiari Mutiara, perusahaan penghasil madu kemasan, tak lepas dari kemauan dia untuk belajar dan bekerja keras agar selalu maju.

Lewat tangan dingin pengusaha yang biasa dipanggil Hidayat ini, CV Madu Apiari mampu bersaing di pasar madu kemasan nasional. Perusahaan yang terkenal dengan merek Madu Mutiara Ibu ini juga berhasil membuat beragam produk turunan madu seperti sampo, sabun cair, tetes mata, propolis, royal jelly, dan sebagainya. Kini penjualan Madu Apiari Mutiara mencapai 3 ton madu sebulan.

Selain dalam kemasan, Hidayat juga memasok madu curah ke beberapa produsen makanan seperti PT Holdin dan PT Suprasari. Saban bulan, omzet usaha penjualan madu ini mencapai Rp 300 juta. Total nilai aset Madu Apriari saat ini sudah mencapai Rp 3 miliar.

Perjuangan Hidayat membesarkan Madu Apiari bukan tanpa hambatan. Ia harus melewati rintangan, bahkan dari rekan bisnisnya sendiri. Lulusan Diploma III Institut Pertanian Bogor (IPB) itu sebenarnya berangan-angan menjadi guru. Namun, ketika melanjutkan kuliah S-1 di Universitas Siliwangi (Unsil), ia memutuskan berkarier di bidang pertanian.

Setelah lulus, Hidayat bekerja di perusahaan pupuk. Tapi ketika sudah berkeluarga, ia terpaksa mengundurkan diri karena harus sering bertugas ke luar kota. Hidayat mencari pekerjaan apa saja asal dekat dengan keluarga. “Waktu itu pilihan yang ada menjadi salesman madu,” katanya.

Hidayat lantas bekerja di perusahaan madu besar di Depok, Jawa Barat, itu. Dia mendapat tugas memasarkan madu-madu produksi perusahaan itu. Meski tanpa bekal ilmu pemasaran, ia tetap percaya diri. “Yang penting tetap semangat,” ujarnya.

Hidayat selalu bisa memenuhi target perusahaan. Target mendapatkan 150 agen madu hanya dalam tempo tiga bulan berhasil ia penuhi dalam sebulan. "Waktu itu, saya masuk ke pasar-pasar dan mal untuk menawari setiap orang," kenang Hidayat.

Karena target sudah terpenuhi, Hidayat penasaran pada seluk-beluk bisnis madu. Ia lantas mengikuti kursus budidaya lebah di almamaternya. Dari sinilah Hidayat mendapatkan pengetahuan tentang lika-liku produksi madu. Kebetulan, untuk praktik, dia mendapatkan 40 koloni lebah. Alhasil, sambil bekerja sebagai tenaga pemasar, Hidayat juga berusaha memproduksi madu sendiri.

Untuk menambah penghasilan keluarga, madu-madu hasil lebah piaraannya dijual ke perusahaan tempatnya bekerja. Nah, dari sini dia makin tahu seluk-beluk bisnis madu. Pasalnya, madunya dihargai cukup murah oleh perusahaan, tetapi menjadi mahal ketika sudah dia kemas dan dijual.

Setelah paham betapa menguntungkannya bisnis ini, lima tahun kemudian Hidayat memutuskan keluar dari pekerjaannya. Istrinya sempat menentang lantaran gaji sebagai karyawan dan hasil penjualan madu sudah cukup membiayai hidup. Tapi, jiwa wiraswasta Hidayat kadung menyala.

Dipecat mitra sendiri

Hidayat lantas mengajak teman yang lebih dulu berbisnis madu untuk bekerja sama membuat madu kemasan. Pada tahun 2005, perusahaan tersebut berdiri. Hidayat menyuntikkan modal Rp 30 juta, sementara sang rekan Rp 70 juta.

Tak disangka, secara mendadak Hidayat yang memimpin operasional perusahaan itu diberhentikan sepihak oleh rekan bisnisnya. “Saya tidak menyangka padahal selama lima tahun bekerja sama, hubungan kami baik-baik saja,” katanya. Dia mengaku kecewa, tapi juga ikhlas. Perusahaan yang dibangun dengan modal Rp 100 juta tersebut saat itu memiliki aset senilai Rp 1,3 miliar.

Namun, Hidayat tak lantas terpuruk. Berkat hubungannya yang baik dengan rekan-rekannya saat menjadi pemasar madu, ia mendapatkan kepercayaan dari seorang teman. Ia dipinjami modal usaha sebesar Rp 200 juta. “Saya dipercaya karena mampu menghasilkan madu berkualitas dengan harga murah,” katanya.

Dengan modal koloni lebah sebanyak 120 kotak di Subang, Hidayat merintis lagi usaha madu dari awal dengan nama CV Madu Apriari Mutiara di tahun 2005. Rumahnya di Cimanggis dia jadikan sebagai tempat pengolahan madu.

Hidayat memproduksi dan memasarkan madu ke agen-agen penjual yang pernah menjadi mitranya dulu. Ia pun menggunakan website untuk memperluas pasar.

Tiga bulan pertama, usaha ini mulai terlihat hasilnya. Jika pada awal usaha omzetnya hanya Rp 150 juta per bulan, sekarang sudah Rp 300 juta per bulan. “Kebutuhan madu masih besar, saya sering kekurangan stok bahan baku," katanya.

Ke depan Hidayat ingin membuat madu kualitas tinggi untuk dijual ke kalangan menengah atas. “Untuk memperluas pasar madu,” katanya. (Feri Kristianto/Kontan)

KONTAN/DOK PRIBADI Aswan

TERKAIT:

KOMPAS.com - Menjadi korban PHK tidak selamanya membuat nasib terpuruk. Justru setelah PHK, Aswan Nasser sukses berwirausaha di bidang perlengkapan bayi bermerek La Vindhy Children & Baby Wear. Kini Aswan mampu mencatat omzet sekitar Rp 100 juta per bulan. Bahkan dia sudah ekspor produknya itu ke Afrika Selatan.

Membangun usaha dari hasil jerih payah sendiri memang tak semudah membangun usaha hasil warisan. Hal itulah yang dirasakan Aswan Nasser, pemilik merek La Vindhy Children & Baby Wear yang merintis usaha perlengkapan bayi pada tahun 2004.

Walaupun sulit, Aswan membuktikan dengan kerja keras ia bisa membangun usahanya itu. Kini, Aswan sudah memiliki tiga gerai penjualan perlengkapan bayi di Bandung, Jawa Barat. Selain itu, Aswan juga memasok perlengkapan bayi ke sejumlah toko dan department store yang ada di Bandung hingga Jakarta.

Tak puas hanya menjadi produsen kelas lokal, sejak beberapa tahun silam, Aswan merintis ekspor perlengkapan bayi merek La Vindhy Children & Baby Wear ke Afrika Selatan dan Hongkong. "Butuh waktu juga untuk bisa ekspor itu," kata Aswan.

Namun dari semua cerita sukses itu, yang membuat Aswan senang adalah dia bisa memberi kesempatan kerja pada orang lain. Lihat saja, usahanya yang kini beromzet sekitar Rp 100 juta per bulan itu, telah mampu menampung sebanyak 32 pekerja.

Aswan mengungkapkan, sebelum terjun ke dunia bisnis, dia adalah karyawan Bank Exim sejak tahun 1987. Dia bekerja di bank milik pemerintah itu selama 13 tahun lamanya. Bahkan saat bank itu merger menjadi Bank Mandiri, Aswan menyandang jabatan Asisten Wakil Direktur Bank Exim.

Karena merger itu pula, Aswan pun harus rela kehilangan pekerjaan alias terkena PHK. "Jabatan itu ternyata tidak lama, karena saya keburu di PHK," kenang Aswan.

Setelah PHK, Aswan sempat kebingungan lantaran jadi pengangguran. Walaupun ada niat ingin bekerja tetapi krisis ekonomi membuat lowongan pekerjaan di perbankan menjadi terbatas. "Saya sempat kebingungan, saya itu mau ngapain," jelas pria kelahiran Semarang, Jawa Tengah itu.

Karena terdesak kebutuhan ekonomi, Aswan memutuskan untuk berdagang. Dengan modal uang pesangon, Aswan memulai jualan seprai serta bed cover. Bersama sang istri, Aswan menjajakan seprai kepada para kolega dan teman-temannya. Walaupun labanya menggiurkan, tetapi seprai itu hanya laris pada waktu tertentu saja alias musiman. "Penjualan ramai hanya bulan puasa saja," keluh Aswan.

Setahun lamanya Aswan bertahan dengan berjualan seprai. Hingga akhirnya, ia memutuskan banting setir menjual produk lain yang lebih menguntungkan dan lebih banyak peminat, yakni berjualan pakaian dan perlengkapan bayi. "Selama masih ada bayi yang lahir, selama itu juga pakaian dan perlengkapan bayi akan dibutuhkan," ungkap Aswan.

Agar fokus untuk berjualan pakaian bayi, Aswan memboyong keluarganya tinggal di kota Bandung. Tujuannya agar bisa lebih dekat dengan produsen perlengkapan bayi yang banyak terdapat di Kota Kembang itu.

Dengan modal sebesar Rp 75 juta, sisa pesangon yang tersisa, Aswan pun serius menggarap usaha pakaian dan perlengkapan bayi itu. Aswan menjual perlengkapan bayi dengan cara memasarkannya dari toko ke toko hingga masuk ke department store.

Setelah mendapatkan langganan, Aswan mendapat batu sandungan. Produsen tempat ia mengambil perlengkapan bayi enggan memberikan barang kepadanya. "Pasokan barang sempat terhenti," ujar Aswan.

Demi menjaga nama baik kepada pelanggan, Aswan memutuskan untuk memproduksi pakaian bayi dengan membuka konveksi sendiri. Ia membeli mesin jahit dan mencari tenaga kerja terampil yang banyak di kota Bandung. "Saya nekat memproduksi perlengkapan bayi sendiri," kata alumni Universitas Diponegoro itu.

Bak gayung bersambut, keputusan Aswan memproduksi perlengkapan bayi mendapat sambutan baik dari sang istri tercinta Sri Gamawati. Kebetulan, Sri mahir menjahit pakaian tetapi bukan pakaian bayi.

Sembari belajar menjahit pakaian bayi, Sri mengkoordinir penjahit terampil asal Bandung untuk memproduksi aneka celana, baju, kaus kaki, dan sepatu untuk bayi. "Istri saya yang memproduksi, saya yang menjual," ungkap Aswan.

Sarjana dari penjualan kopi

Pengalaman berdagang semasa kuliah menyelamatkan Aswan Nasser dari kesulitan akibat kena PHK. Dengan pengalaman jualan kopi saat kuliah, pria 44 tahun itu merintis usaha perlengkapan bayi La Vindy Children & Baby Wear di Bandung. Namun merintis usaha memang tak mudah.

Bekerja belasan tahun di perbankan ternyata tidak menghapus jiwa entrepreneur Aswan Nasser, produsen La Vindy Children & Baby Wear, produsen pakaian dan perlengkapan bayi di Bandung, Jawa Barat.

Bakat sebagai seorang wirausahawan itu justru semakin kentara ketika Aswan harus kehilangan pekerjaan. Awalnya memang tertatih-tatih, namun Aswan akhirnya mampu membangun bisnis pakaian dan perlengkapan bayi tersebut.

Sebenarnya, Aswan memang tak buta sama sekali tentang dunia usaha. Bagaimana pun, pengalamannya sebagai bankir tentu juga bersentuhan dengan dunia usaha. Apalagi Aswan punya pengalaman sebagai penjual kopi ketika dia masih kuliah di Universitas Diponegoro (Undip), Semarang. "Saat kuliah, saya sudah berjualan. Jadi sudah terbiasa," kata Aswan.

Saat menimba ilmu itu, Aswan sudah nyambi dengan menjadi penjual kopi bubuk produksi orang tua sahabatnya. Ketika itu, dia hanya bermodal semangat. Namun dengan semangat itu pula, Aswan mampu berjualan kopi hingga ke Tegal, Pekalongan hingga ke Cilacap.

Bahkan, dia mengaku keasyikan berjualan sehingga sempat melupakan kuliah. "Sampai-sampai kuliah kerap bolos," kata Aswan dengan tawa mengembang. Dari laba jualan kopi itulah, Aswan mendapatkan tambahan uang saku dan juga untuk ongkos kuliahnya.

Walaupun orang tua Aswan terbilang mampu, Aswan tidak ingin merepotkan mereka. "Awalnya cuma coba-coba ternyata menguntungkan," jelas Aswan.

Nah, setelah jadi pengangguran, Aswan benar-benar mensyukuri pengalamannya berjualan kopi di masa lalu itu. Dari pengalaman itu pula, Aswan kembali tegak berdiri menyongsong masa depannya. "Pengalaman itu menjadi bekal saya sekarang ini," imbuh Aswan.

Aswan mengakui memulai usaha itu memang berat. Bisnis sebagai produsen dan pedagang aneka produk perlengkapan bayi, memang tak selalu bisa berjalan mulus. Bahkan ketika usaha sudah mulai berkembang sekalipun.

Ketika itu, Aswan mengenang, sempat kehabisan stok barang akibat produsen pakaian dan perlengkapan bayi langganannya menghentikan pasokan barang kepadanya. Karena tidak punya produk yang bisa dijual, usaha Aswan pun sempat goyah.

Namun bagi Aswan, merenungi masalah tak akan menyelesaikan persoalan. Karena itu, dia justru mengubah masalah itu menjadi peluang. Untuk menyelesaikan masalah pasokan tersebut, Aswan memutuskan memproduksi sendiri aneka perlengkapan bayi itu. "Masalah saya jadikan peluang," tegas Aswan.

Saat merintis produksi perlengkapan bayi itu, Aswan menyewa sebuah rumah di Bandung. "Saya dan istri belajar tiga bulan agar bisa membuat perlengkapan bayi itu," terang Aswan.

Pertama kali produksi, Aswan bersama istrinya dibantu seorang karyawan. Dalam sepekan, Aswan mampu memproduksi 40 lusin pakaian bayi. "Hasil produksi itu saya pasarkan ke department store," kenang Aswan.

Setelah produksi berjalan lancar, halangan usaha ternyata belum berhenti. Aswan mengenang, ketika itu ada seorang pembeli yang gagal bayar pesanan senilai Rp 14,4 juta.

Sedikitnya ada 20 lusin tas perlengkapan bayi yang ia produksi menumpuk di rumahnya karena pembeli membatalkan pemesanan. "Hal ini membuat putaran modal saya terhenti," kata Aswan mengenang. Tak hanya itu, Aswan sempat merugi karena pesanan produk yang telah diproduksi itu ternyata tidak sesuai dengan pesanan.

Demi menjaga kepercayaan pembeli pula, Aswan pun rela merugi dengan mengganti semua pesanan yang tak sesuai dengan keinginan pelanggan itu. "Daripada hilang pelanggan, lebih baik keuntungan berkurang," ungkap Aswan.

Menurut Aswan, untuk menjadi pengusaha tangguh pantang patah arang, halangan-halangan usaha seperti yang pernah dia alami adalah sesuatu yang biasa. Ia juga yakin rintangan itu juga bisa terjadi pada pengusaha lain.

Rekrut penjahit pemula

Sukses menjadi pemasok perlengkapan bayi ke departement store membuat Aswan Nasser makin berambisi meluaskan usaha. Setelah membuka tiga gerai di Bandung, La Vindhy telah mempunyai empat terwaralaba. Kini Aswan juga sedang mempersiapkan pembukaan cabang baru di Solo dan Semarang.

Terampil melakukan penjualan membuat usaha pakaian dan peralatan bayi milik Aswan Nasser berkembang pesat. Hingga kini ia telah menjadi pemasok di 30 departement store yang tersebar di Pulau Jawa.

Tidak hanya itu, Aswan juga mulai meninggalkan ketergantungan dari pemasok dan mulai serius membuat produk sendiri. Nah, begitu mempunyai produk sendiri, Aswan pun membuka gerai yang dia beri nama La Vindhy Children & Baby Wear di Bandung. "Hingga sekarang saya sudah memiliki tiga gerai, seluruhnya ada di Bandung," kata Aswan.

Agar usahanya bisa berkembang, Aswan dalam waktu dekat berencana untuk mendirikan cabang di kota Solo dan kota kelahirannya, Semarang, Jawa Tengah.

Selain itu, tahun lalu, Aswan juga menawarkan usaha waralaba perlengkapan bayi ini kepada khalayak. tak tanggung-tanggung, usaha waralaba yang ditawarkan Aswan adalah waralaba konveksi dan waralaba toko.

Untuk waralaba konveksi, Aswan sudah memiliki dua terwaralaba, semuanya dari Jawa Barat. Untuk waralaba konveksi itu, Aswan menawarkan paket investasi sebesar Rp 43 juta.

Investor yang berinvestasi pada waralaba konveksi itu akan mendapatkan dua mesin jahit, mesin potong kain, bahan baku, serta pelatihan usaha.

Sedangkan hasil produksi dari konveksi bisa dijual lewat gerai-gerai La Vindhy. Hitungan Aswan, setidaknya 60 persen produksi terwaralaba konveksi itu dijual lewat toko La Vindhy. Sedangkan, "40 persen sisanya dijual ke pasar umum," terang Aswan.

Namun, penambahan pasokan perlengkapan bayi dari terwaralaba konveksi itu tidak semerta-merta mampu melayani seluruh permintaan. "Kami baru bisa melayani 25 persen dari total permintaan," terang Aswan.

Untuk melayani semua permintaan, Aswan berencana menambah penjahit untuk konveksi miliknya sendiri. Namun, untuk menghemat biaya, Aswan tidak mencari penjahit profesional. Ia malah mencari pejahit pemula.

Untuk mencari penjahit pemula, Aswan membuat program kursus menjahit gratis di sebuah perkampungan di pinggiran kota Bandung. "Program kursus menjahit gratis ini sedang berjalan," ungkap Aswan.

Peserta kursus menjahit yang dicari Aswan itu berasal dari pengangguran yang ada di perkampungan itu. Setelah diberi kursus dan mahir dalam menjahit, maka peserta itu bisa mendirikan usaha menjahit sendiri atau ikut bergabung dengan konveksi miliknya.

Jika program itu berhasil, maka Aswan tidak hanya mampu menambah produksi dengan menambah tenaga kerja dari penjahit pemula itu. Ia bisa berbangga hati karena ikut membantu tugas pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan dan mengurangi pengangguran. "Seharusnya program ini mendapat dukungan dari pemerintah," harap Aswan.

Dalam membuat perlengkapan bayi, Aswan mengaku membuat produk yang berkualitas. Sebab, pria asli Semarang itu membidik segmen pasar kelas menengah atas.

Namun soal harga, ia berani menjamin harga yang bersaing. Ia memberi contoh, harga gendongan bayi dijual Rp 21.000 hingga Rp 50.000 per potong. Untuk tas bayi dijual Rp 24.000 - Rp 75.000 per potong, sedangkan baju bayi dijual Rp 60.000 per lusin. "Kami memberikan jaminan kualitas," klaim Aswan.

Adapun untuk paket waralaba toko perlengkapan bayi, Aswan mematok nilai investasi sebesar Rp 15 juta. Sejak ditawarkan tahun lalu, kini Aswan sudah mempunyai dua terwaralaba toko perlengkapan bayi. Kedua terwaralaba itu membuka gerai di Bandung.

Walaupun belum banyak yang menjadi terwaralaba, tapi Aswan mengaku tetap menjaga kondisi bisnis terwaralabanya. Ia mengklaim, setelah satu tahun bisnis waralaba berjalan, ia tidak menemukan adanya kendala. "Ini bukti usaha kami mengutungkan, karena tidak ada terwaralaba saya yang merugi," terang Aswan. (Dea Chadiza Syafin/Kontan)

OBAT TRADITIONAL DARI TUMBUHAN BAG.3

Khasiat Lengkuas

Tanaman bernama latin Alpinia Galanga dikenal juga dengan nama lain laos (jawa), laja (sunda), langkueh (Minang) dll. Bagian tanaman ini yang sering dipergunakan sebagai bahan obat adalah rimpang-nya.
Beberapa penyakit yang bisa di obati oleh lengkuas ini adalah: Aneka penyakit kulit, rematik, obat gosok, pelancar kemih


1. Penyakit kulit: Panu, kadas, kudis, koreng, borok
Pengobatan: Pengobatan luar, di oles di tempat yang sakit
Cara membuat: - Tumbuk halus rimpang lengkuas dengan bawang putih (perbandingan 1:4, 1 rimpang 4 bawang putih) sampai jadi bubur
- Oleskan/tempelkan di tempat yang sakit
- Untuk kurap yang telah menahun, tambahkan ramuan tadi dengan cuka
- Untuk Panu: sediakan rimpang segar, cacah hingga timbul seratnya, gosokkan pada bagian yang sakit

2. Obat gosok
Pengobatan: Pengobatan luar, di gosok pada perut
Cara membuat: - Iris rimpang lengkuas, rendam dalam alkohol
- Gosokkan irisan rimpang tadi ke perus yang sakit

3. Rematik
Pengobatan: Mandi air rebusan
Cara membuat: - Cuci bersih rimpang lengkuas lalu rebus
- Gunakan air rebusan yang masih hangat untuk mandi

4. Sakit kepala, nyeri dada, menguatkan lambung, memperbaiki pencernaan
Pengobatan: di jadikan bumbu dapur
Cara membuat: - Rimpang lengkuas yang di jadikan bumbu dapur di campur dalam masakan sehari-hari

Khasiat Mahkota Dewa

Tumbuhan dengan nama ilmiah Phaleria macrocarpa di kenal juga dengan nama simalakama (Melayu/Sumater), Makuto Dewo (Jawa). Tanaman ini berasal dari Papua dan sudah terkenal berkhasiat untuk mengobati berbagai macam penyakit, seperti: Diabetes Mellitus, Kanker dan Tumor, Hepatitis, Rematik dan Asam urat




1. Diabetes Mellitus
Pengobatan: Minum air rebusan
Cara membuat: - Ambil 5-6 buah mahkota dewa, iris dan cuci bersih.
- Rebus bahan dalam 5 gelas air, biarkan rebusan hingga air tersisa 3 gelas
- Saring air rebusan, minum 3 kali sehari (masing-masing 1 gelas)

2. Kanker dan Tumor
Pengobatan: Minum air rebusan
Cara membuat: - Campur 5 gram daging buah mahkota dewa kering dengan 15 gr temu putih, 10 gr sambiloto kering dan 15 gr cakar ayam kering, cuci bersih semua bahan
- Rebus semua bahan dalam 5 gelas air, biarkan rebusan hingga air tersisa 3 gelas
- Saring air rebusan, tunggu sampai dingin dan minum 3 kali sehari masing-masing 1 gelas. Ramuan diminum 1 jam sebelum makan

3. Hepatitis
Pengobatan: Minum air rebusan
Cara membuat: - Campur 5 gram daging buah mahkota dewa kering dengan 15 gr pegagan, 10 gr sambiloto kering dan 15 gr daun dewa, cuci bersih semua bahan
- Rebus semua bahan dalam 5 gelas air, biarkan rebusan hingga air tersisa 3 gelas
- Saring air rebusan, tunggu sampai dingin dan minum 3 kali sehari masing-masing 1 gelas.

4. Rematik dan Asam urat
Pengobatan: Minum air rebusan
Cara membuat: - Campur 5 gram daging buah mahkota dewa dengan 15 gr akar sidaguri, 10 gr sambiloto kering, cuci bersih semua bahan
- Rebus semua bahan dalam 5 gelas air, biarkan rebusan hingga air tersisa 3 gelas
- Saring air rebusan, tunggu sampai dingin dan minum 3 kali sehari masing-masing 1 gelas. Ramuan diminum 1 jam sebelum makan

Dari berbagai sumber

Khasiat Buah Pala untuk Kesehatan

Buah pala sudah terkenal sejak dahulu memiliki berbagai macam khasiat dan kegunaan, dari bumbu masakan sampai dengan obat alami untuk berbagai macam penyakit. Buah pala dari Indonesia, terutama yang di hasilkan dari pulau Banda Neira adalah buah pala dengan kualitas terbaik di dunia.

Berikut beberapa khasiat buah pala untuk kehidupan manusia:

  1. Sebagai bumbu masakan: buah pala merupakan penyedap serta pengawet alami
  2. Untuk Kesehatan:
  • Pereda sakit gigi

Zat yang terkandung dalam minyak pala membantu memerangi bakteri dalam mulut yang menyebabkan gigi berlubang. Untuk mengurangi rasa sakit pada gigi/gusi, oleskan beberapa tetes minyak pala pada gusi yang sakit sambil dipijat.

  • Pereda sakit perut

Senyawa alami yang terkandung dalam buah pala ini berkhasiat membantu kelancaran saluran pencernaan, tidak heran sejak dulu pala sudah di kenal untuk mengatasi masalah diare, perut kembung dan gangguan pencernaan lainnya.

  • Obat tidur

Untuk mengatasi masalah tidur, tuangkan sedikit pala bubuk pada segelas susu hangat.

  • Menghilangkan jerawat dan noda

Tubuk buah pala sampai halus lalu campurkan dengan susu whole milk , aduk hingga berbentuk pasta. Aplikasikan pada bagian wajah yang bermasalah, diamkan beberapa menit, lalu bersihkan wajah seperti biasa.

Sumber: kompas.com

Obat Herbal - Jahe untuk terapi kanker

JAHE adalah tanaman berkhasiat obat atau biasa kita sebut obat herbal yang dapat digunakan untuk membunuh sel kanker ovarium sementara komponen yang terdapat pada cabai diduga dapat mengecilkan atau menyusutkan tumor pankreas. Demikian kata Dr. Rebecca Liu, asisten profesor pada bidang obstetri and ginekologi di Universitas Michigan Comprehensive Cancer Center, AS, dan timnya, yang melakukan tes terhadap bubuk jahe yang dilarutkan dan diberikan pada kultur sel kanker ovarium.


Hasil studi itu menyebutkan bahwa terdapat bukti berbagai makanan pedas atau panas bermanfaat untuk menghambat pertumbuhan kanker. Studi itu meneliti efektivitas jahe terhadap sel penderita kanker. Meskipun demikian, studi ini masih merupakan langkah pertama.

Dikatakan, jahe dapat membunuh sel kanker dengan dua jalan, yaitu proses penghancuran yang dinamakan apoptosis dan autophagy, proses pemakanan sel. Hal ini diuraikan para ahli dalam pertemuan American Association for Cancer Research.

Menurut Dr. Rebecca, banyak penderita kanker yang mengalami resistensi terhadap kemoterapi standar, di mana tindakan kemoterapi merupakan proses apoptosis. Sementara jahe yang memiliki kemampuan memakan sel (autophagy) dapat membantu mereka yang mengalami resistensi terhadap kemoterapi.

American Cancer Society melaporkan kanker ovarium membunuh 16.000 dari 22.000 wanita AS. Jahe terbukti dapat mengontrol keadaan inflamasi, yang berhubungan dengan perkembangan sel kanker ovarium.

Dalam penelitian lain menggunakan tikus yang diberikan capsaicin (salah satu kandungan pada cabai), Sanjay Srivastava dari Universitas Pittsburgh School of Medicine, AS, mendapati bahwa capsaicin ternyata dapat mematikan sel kanker pankreas. Capsaicin membuat sel-sel kanker mati dan memiliki kemampuan memperkecil ukuran tumor.

sumber: kompas.com